Uncategorized

Menimbang Kontroversi Penerjemahan Kitab Taurat ke Dialek Bugis Soppeng

347
×

Menimbang Kontroversi Penerjemahan Kitab Taurat ke Dialek Bugis Soppeng

Sebarkan artikel ini

Breakingsulsel, Polemik penerjemahan Kitab Taurat ke dalam bahasa Bugis dialek Soppeng oleh konsultan asing, Mr. Douglas Laskowke, M.A., memantik gelombang protes dari masyarakat Kabupaten Soppeng.
Wajar jika publik merasa heran, sebab di daerah yang mayoritas beragama Islam dan sebagian Kristen itu, tidak ada satu pun komunitas Yahudi yang menjadi basis penggunanya.

Pertanyaan pun mengemuka: untuk siapa sesungguhnya terjemahan ini ditujukan? Apakah untuk kepentingan akademik, atau ada motif lain yang kurang jelas?

Tokoh literasi asal Soppeng, Ahmad Saransi, dengan tegas menyampaikan kritiknya. “Satu peluru hanya bisa membunuh satu orang saja, sedangkan satu buku bisa meracuni ribuan pemikiran orang,” ucapnya. Peringatan ini bukan sekadar retorika. Dalam konteks literasi, sebuah buku memang bisa menjadi sarana pencerahan, namun juga dapat menjadi alat penetrasi pemikiran yang membahayakan bila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Di satu sisi, kita perlu menghormati kerja intelektual, termasuk penerjemahan teks agama. Namun di sisi lain, ada aspek sosial dan kultural yang tidak boleh diabaikan. Penerbitan kitab yang tidak memiliki relevansi dengan kondisi masyarakat bisa menimbulkan kecurigaan, bahkan perpecahan.

Pemerintah Kabupaten Soppeng perlu bersikap arif dan tegas. Tidak sekadar menilai dari sisi akademik, tetapi juga dari sisi maslahat sosial. Literasi memang penting, tetapi harus tepat sasaran dan sesuai konteks. Jangan sampai keterbukaan literasi justru melahirkan keresahan di tengah masyarakat.

Di titik inilah urgensi hadirnya regulasi dan kontrol literasi menjadi jelas. Masyarakat Soppeng tidak menolak ilmu pengetahuan, namun mereka berhak merasa khawatir jika sebuah karya justru berpotensi mengganggu harmoni yang sudah terjaga.

Kehati-hatian adalah kunci. Sebab benar kata pepatah: peluru hanya menghancurkan tubuh, tetapi buku bisa mengubah cara berpikir dan itu jauh lebih dahsyat dampaknya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page