SOPPENG, Breaking Sulsel.co.id — Mengakui atau menguasai tanah yang bukan miliknya merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana maupun perdata, seperti gugatan ganti rugi. Tindakan semacam ini dapat termasuk kejahatan penggelapan (Pasal 372 KUHP) atau penyerobotan tanah (Pasal 385 KUHP), yang memiliki konsekuensi hukum serius.
Lelaki berinisial LC (68), warga asal Desa Enrekeng, Kecamatan Ganra, Kabupaten Soppeng, menyatakan secara tertulis bahwa sebidang tanah dan rumah yang terletak di Padali adalah sah milik almarhum kakaknya, Beddu Salang, dan bukan milik pribadi dirinya maupun pihak lain, termasuk seseorang berinisial KY.
Dalam surat pernyataan tertanggal 29 April 2025, LC menjelaskan bahwa ia mulai menempati rumah tersebut sejak tahun 1978, setelah Beddu Salang meninggal dunia. Saat itu, ia tinggal bersama dua anak perempuan almarhum, yakni Nurhayati dan Nurpada, serta beberapa anggota keluarga lainnya.
“Pada saat itu Nurhayati dan Nurpada masih kecil, jadi saya yang merawat mereka dan tinggal di rumah tanah milik saudara kandung saya, almarhum Beddu Salang,” tulis LC dalam surat yang dibubuhi materai dan cap jempol sebagai tanda keabsahan.
Ia juga menegaskan bahwa tanah tersebut kini sepenuhnya menjadi hak milik ahli waris almarhum Beddu Salang, yaitu Nurhayati dan Nurpada.
Menanggapi hal ini, Nurhayati, selaku ahli waris, menyampaikan apresiasi atas kejujuran pamannya.
“Kami sangat menghargai pernyataan ini karena memberikan kejelasan bahwa tanah warisan itu bukan milik KY, tapi hak penuh kami sebagai anak kandung almarhum. Ini penting agar tidak ada lagi yang mengklaim tanpa dasar,” ujarnya.
Pernyataan LC tersebut disambut positif oleh masyarakat setempat, yang menilai langkah tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum dalam menjaga hak kepemilikan keluarga serta mencegah potensi konflik.
Namun, menurut informasi yang diterima redaksi, tanpa sepengetahuan Nurhayati dan Nurpada, pihak berinisial KY diduga telah mengurus penerbitan sertifikat atas tanah dimaksud. Bahkan, muncul kabar bahwa tanah tersebut telah dialihkan atau dijual kepada seseorang berinisial AC.
Menanggapi adanya dugaan tersebut, Rusmin, Ketua DPD LSM Barisan Patriot Peduli Indonesia (BPPI) Kabupaten Soppeng, menyampaikan pandangan umum terkait pentingnya perlindungan hukum atas kepemilikan tanah.
“Secara umum, tindakan menguasai atau memindahtangankan tanah tanpa hak dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik sah dan berpotensi menimbulkan konflik. Prinsipnya, semua pihak harus berpegang pada bukti hukum yang sah,” jelasnya.
Ia menambahkan, penguasaan tanah tanpa dasar hukum yang jelas dapat dikategorikan sebagai penyerobotan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan hukum pidana, dan sebaiknya diselesaikan melalui mekanisme hukum yang berlaku.
Catatan Redaksi:
Hingga berita ini diterbitkan, pihak KY belum memberikan tanggapan atas pernyataan LC dan ahli waris. Media ini tetap berkomitmen untuk membuka ruang klarifikasi apabila pihak terkait bersedia memberikan keterangan.
(**/Redaksi)