
Soppeng, Breakingsulsel.com.id –
Perubahan iklim kian nyata dirasakan oleh petani di Kabupaten Soppeng. Perubahan pola curah hujan dan suhu ekstrem menyebabkan ketidakpastian musim tanam.
Tahun 2025 ini, sebagian wilayah Kelurahan Salokaraja, Desa Labokong, hingga Desa Enrekeng dilanda kekeringan berkepanjangan yang berujung pada gagal panen.
Puluhan hektare lahan jagung dan padi rusak akibat minimnya hujan serta serangan hama. Para petani terpaksa mencari alternatif mata pencaharian untuk menutupi biaya hidup.
Malik, seorang petani dari Kampung Mattoangin, Kamis (21/8/2025) mengungkapkan, curah hujan bulanan di wilayahnya anjlok drastis dari rata-rata 200 mm menjadi di bawah 100 mm. Akibatnya, tanaman padi yang ditanam dengan penuh harapan kini layu sebelum berbuah.
“Kami kesulitan air. Padi kering sebelum sempat berisi. Ditambah lagi ada serangan tikus. Banyak yang sudah keluar biaya besar, tapi terancam tidak panen sama sekali,” ujarnya dengan nada lirih.
Malik bersama petani lain berharap adanya pendampingan dan bantuan nyata dari pemerintah daerah.
Menurutnya, solusi jangka panjang harus segera dirumuskan, mulai dari modernisasi irigasi, edukasi penggunaan varietas padi tahan cuaca, hingga upaya meningkatkan ketahanan pangan.
“Kalau pemerintah tidak turun tangan, petani akan mengalami kerugian besar. Bukan hanya ekonomi keluarga yang terdampak, tapi bisa memicu masalah sosial yang lebih luas,” tegasnya.
Kini, sawah di Toddang Tinco Assepenge hingga Mattoangin tampak kering kerontang. Tanaman yang semestinya siap panen dalam beberapa minggu ke depan, berubah menjadi hamparan lahan tandus.
Para petani hanya bisa menunggu—antara hujan yang diharapkan segera turun, atau bantuan pemerintah yang dinanti sebelum semuanya terlambat.
Situasi ini menjadi alarm serius agar krisis air di Soppeng tidak berkembang menjadi krisis pangan yang lebih luas.
(*/Red)**