Soppeng, Breaking Sulsel.Co.Id – Isu penjualan Kebun Desa jalan poros bila tungke di Lingkungan Masewali, Kelurahan Botto, Kecamatan Lalabata, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan sedang menjadi perbincangan hangat. Bukan hanya di warga masyarakat kayangan sendiri, tapi juga di kalangan pemuka masyarakat sekitar.
Warga Lingkungan Masewali dan jalan kayangan ikut resah dengan beredarnya kabar kebun desa dijual. Pasalnya kebun desa dimaksud masih merupakan aset Pemerintah yang pengelolaanya dikelola oleh Desa Botto yang sekarang menjadi kelurahan sejak Tahun 199i dengan nomor buku tanah 1329/1991 dan 1763/1991.

Berdasarkan data yang diperoleh Media ini, tanah yang diperjualbelikan oleh MF inisial dan NA, ahli waris almarhumah NJH, kepada seorang pengembang bernama HE, tercatat dalam Buku Tanah Nomor 1329 Tahun 1991 dan Nomor 1763 Tahun 1991 sebagai tanah Hak Pakai milik instansi pemerintah (Kebun Desa) Kelurahan Botto.
Rusmin Ketua DPD LSM BPPI Soppeng yang juga warga masyarakat kayangan kepada Media ini Senin, (20/10/2025) mengatakan. Meski demikian, belum ada kejelasan hukum terkait legalitas transaksi tersebut, mengingat tanah dimaksud masih diduga berstatus Hak Pakai dan belum ada bukti pelepasan hak dari pemerintah atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) ujarnya.
Sementara itu, pihak kelurahan juga belum menjelaskan apakah telah terjadi pelepasan hak atau perubahan status tanah dari Hak Pakai ke hak milik atau lainnya, sebagaimana disyaratkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang menyebutkan bahwa tanah berstatus Hak Pakai tidak dapat diperjualbelikan secara bebas tanpa prosedur resmi ungkap Rusmin melalui media ini.

Lanjut Rusmin mengatakan. Merujuk juga pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, badan publik, termasuk pemerintah daerah, berkewajiban untuk memberikan informasi secara terbuka atas kepemilikan dan pengelolaan aset negara yang menjadi perhatian publik.
Publik Menunggu Klarifikasi BPN Watansoppeng
Kini perhatian beralih kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN) Watansoppeng, sebagai otoritas yang berwenang dalam administrasi pertanahan. BPN diharapkan dapat memberikan klarifikasi mengenai status hukum tanah tersebut — apakah benar telah dilepaskan dari Hak Pakai dan sah untuk diperjualbelikan, atau justru transaksi ini dilakukan tanpa dasar hukum yang jelas pungkasnya.
Media ini telah berupaya menghubungi MF dan NA untuk meminta tanggapannya atas transaksi tersebut. Namun, hingga berita ini ditayangkan, nomor kontak yang bersangkutan tidak aktif sejak kejadian transaksi di Kelurahan Botto. Dengan demikian, belum ada klarifikasi dari pihak penjual. (**/Red)