Uncategorized

BPN Soppeng Diduga Jadi “Ladang Pungli”, Ketua DPD LSM BPPI. Ini Tidak Bisa Dibiarkan

159
×

BPN Soppeng Diduga Jadi “Ladang Pungli”, Ketua DPD LSM BPPI. Ini Tidak Bisa Dibiarkan

Sebarkan artikel ini

Soppeng, Breaking Sulsel.co.id – Kantor Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, kian jadi sorotan. Institusi yang seharusnya memberi pelayanan cepat dan transparan ini justru diduga kuat menjadi sarang pungutan liar (pungli).
 

Sejumlah warga mengaku dipersulit ketika mengurus sertifikat tanah maupun pemecahan. Prosesnya bertele-tele, terkesan dipermainkan, bahkan bisa bertahun-tahun tak kunjung selesai—kecuali kalau ada “uang pelicin”.
 
Seorang warga Kelurahan Ujung, Kecamatan Lilirilau , yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku dibuat kecewa. Ia sudah mendaftar sertifikat sejak 2024, tapi hingga kini 2025 tak ada kejelasan.
 
“Sudah 1 tahun lebih, nggak ada kabar. Katanya nunggu ini-itu, tapi yang jelas karena saya nggak kasih uang tambahan,” ungkapnya kesal. Ia bahkan sempat dimintai sebasar Rp. 5 juta kalau ingin cepat selesai.

Cerita makin panas setelah warga Kelurahan Ujung, Kecamatan Lilirilau, mengaku diminta Rp. 5 juta untuk dua berkas permohonan sertifikat. “Akhirnya kami tawar, jadi Rp2,5 juta di luar biaya ukur lapangan,” ungkapnya tanpa tedeng aling-aling di hadapan tim investigasi.

Warga lain dari Kecamatan Lalabata juga mengalami nasib serupa. Saat mengurus pemecahan sertifikat, ia mengaku sengaja dipingpong dengan alasan klasik: pejabat keluar, dokumen dicek ulang, hingga ia terpaksa bolak-balik kantor. “Biaya sesuai aturan sudah saya penuhi. Kalau ada dokumen kurang, mestinya petugas tinggal hubungi saya. Tapi kenyataannya diperlambat,” bebernya sambil menunjukkan tanda terima berkas.

Kasmawati, seorang ibu rumah tangga dari Lingkungan Sewo, Kelurahan Botto, Kecamatan Lalabata, juga menyampaikan keluhannya. Ia merasa dirugikan karena diarahkan ke berbagai instansi tanpa solusi. “Saya disuruh pergi ke Pengadilan Negeri (PN) untuk minta Surat Keterangan terkait perbedaan nama di sertifikat dan KTP,” keluhnya. Kasmawati menjelaskan bahwa KTP lamanya atas nama Hasni memiliki foto dan nomor NIK yang sama, tetapi terdapat perbedaan tanggal lahir.

Setelah berkasnya diperiksa oleh pihak PN Watansoppeng, mereka tidak dapat memberikan Surat Keterangan karena sertifikat merupakan produk dari BPN. Sementara itu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (DISDUKCAPIL) hanya memberikan biodata sesuai nama Kasmawati.

Kasmawati menambahkan, ia mulai mengurus perubahan nama di sertifikat pada bulan November. Setelah beberapa kali pengajuan dan penyetoran, berkasnya diterima pada 3 Desember 2024. Namun, ia merasa dipersulit oleh pihak BPN yang tidak menghargai Surat Keterangan Beda Nama dari Kelurahan.

Rusmin Ketua DPD LSM BPPI Soppeng Angkat bicara saat infestigasi dilokasi kepada media ini mengatakan. Berbagai kesaksian ini mempertegas dugaan adanya praktik pungli yang mengakar di Kantor ATR/BPN Soppeng. Pelayanan publik yang seharusnya cepat, tepat, dan transparan justru diduga jadi ladang basah bagi oknum.

Publik pun mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah pusat segera turun tangan membongkar dugaan pungli ini. Masyarakat menuntut pelayanan pertanahan yang bersih, transparan, tanpa embel-embel “uang pelicin” yang justru memberatkan rakyat kecil.
 
“ATR/BPN Soppeng harus dibersihkan. Jangan sampai sertifikat tanah yang jadi hak rakyat, malah jadi alat peras!” tegas Rusmin.(Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You cannot copy content of this page