Jakarta
targettuntas.com-- Permasalahan rumah susun/apartemen di Indonesia dari dulu hingga sekarang bukannya selesai, justru semakin menimbulkan polemik. Para pengembang yang mangkir melakukan kewajibannya serta menakali pembelinya menjadi faktor terbesar dalam polemik ini.
Tangan-tangan para penguasa dengan mudahnya mempermainkan dan mengatur hukum serta peraturan rumah susun di negeri ini. Bahkan mereka diduga bekerja sama dengan para oknum yang duduk di kursi pemerintahan maupun penegak hukum dalam melancarkan aksinya.
Dr. Ike Farida selaku pembeli yang beritikad baik justru dinakali oleh pengembang. Ike menjadi korban kelicikan para penguasa yang mangkir dari kewajiban dan diduga melakukan penipuan kepada pembelinya.
Unit Apartemen Casa Grande Kota Kasablanka, Jakarta Selatan yang telah dibayar lunas oleh Ike sejak Mei 2012 hingga sekarang unitnya tak kunjung diberikan. PT Elite Prima Hutama (PT EPH), anak perusahaan Pakuwon Jati Tbk Group selaku pengembang tak kunjung melaksanakan PPJB dan AJB. Bahkan PT EPH terang-terangan menolak memberikan unit kepada Ike. Usut punya usut, pendirian apartemen tersebut masih terkendala dalam beberapa perizinan.
Permasalahan para pengembang baik dalam perizinan pendirian bangunan, kurangnya informasi serta penipuan kepada pembelinya, terlebih adanya polemik ketidakjelasan Pasal 144 (1) UU Cipta Kerja mengenai Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (Sarusun) yang dapat diberikan kepada WNA (Warga Negara Asing) serta Pasal 110 UU Rusun yang diganti dengan Pasal 107 meningkatkan urgensi pemerintah dalam merevisi undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan rumah susun di Indonesia. Polemik Hukum Rumah Susun di Indonesia bukan hal yang sepele, terlebih bisnis rumah susun kini semakin digandrungi sehingga harganya menjadi luar biasa mahalnya.
Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh jajaran yang terkait seharusnya menyadari hal ini dan segera bertindak untuk menyelesaikan polemik yang terjadi. Apabila dibiarkan begitu saja, negeri ini bisa hancur karena para pengembang bisa semena-mena menguasai hukum di negeri ini dan menindas masyarakat yang tidak memiliki kuasa maupun membela dirinya sendiri.
Ike Farida dan kuasa hukumnya mengadakan konferensi pers di
Kantor Farida Law Office, Ged. Wirausaha Lt. 3, Jl. H.R. Rasuna Said, Kav. C-5, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (02/12/2022).
"Saya melihat saat ini pemerintah terlalu memihak aturan terkait dengan kepemilikan tanah maupun properti.
Bagaimana mungkin masyarakat yang membeli dibebani dengan beban yang begitu berat. Tidak semuanya masyarakat membeli secara tunai , sebagian besar masyarakat membeli secara angsuran, ada beban bunga , kalau telat bayar ada sanksi, dan perjanjian yang dibuat oleh pengembang 70% menguntungkan pengembang. Maka itu saya minta perlindungan dan keadilan, atas kelanjutan kasus ini. Mari mengubah aturan di Indonesia yang memihak pada masyarakat," ujar Ike Farida.
Fadil Rahman,SH selaku kuasa hukum mengatakan Ike Farida sudah memperjuangkan haknya namun hingga saat ini belum mendapatkan haknya. Pihak pengembang belum mau menyerahkan unit apartemen yang telah dibelinya lunas.
Putri Mega Citra Kiyana,SH salah seorang tim kuasa hukumnya juga meminta pada masyarakat yang mengalami nasib yang sama/bermasalah dengan pengembang untuk bersatu melawan supaya tidak dipermainkan oleh pengembang.
"Mari bersama- sama khususnya pembeli apartemen, meminta keadilan, karena saat ini banyak korban. Pemerintah merevisi undang- undang sehingga tak ada sanksi hukum jika pengembang tak memenuhi kewajibannya," ungkapnya.
"Kami mohon pemerintah segera memperbaiki peraturan sehingga tak merugikan konsumen. Banyak pengembang yang belum punya ijin tapi tetap mendirikan bangunan. Mafia bebas di Indonesia karena pemerintah belum memberikan perlindungan bagi konsumen. Sebenarnya konsumen punya hak untuk merevisi perjanjian, tidak harus menyetujui perjanjian yang disodorkan oleh pengembang. Kita mampu merubah jika bersama- sama. Ini adalah no.pengaduan (0852 1048 6260) jika ada masalah dengan pengembang. Silahkan menghubungi no.ini, kita bersama- sama revisi aturan yang masih sangat kurang perlindungan terhadap konsumen," tutup Putri.
(Lina)